“Berlari kuda seperti diusir
Walaupun jalanan berbatu tidak merata
Selamat datang Bapak Mohamad Nasir
Yang sudah jauh-jauh datang dari Jakarta”
Pantun tersebut dilontarkan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, saat menyambut Menristekdikti, Mohamad Nasir pada kegiatan Pertemuan Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah X (Sumatera Barat). Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat pada kesempatan tersebut menyatakan dukungannya bagi kemajuan perguruan tinggi swasta yang dapat mencetak sarjana untuk membangun daerah Sumbar.
Dalam arahannya, guna meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Sumbar, Menristekdikti, meminta kepada Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah X (Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau) dan para pimpinan PTS di wilayah tersebut untuk segera mengajukan sejumlah perguruan tinggi yang program studinya sampai saat ini belum terakreditasi.
Nasir menyebutkan, pola pikir ketika saat mendirikan perguruan tinggi harus diperhatikan betul dengan melihat niat awal yakni semata-mata tujuannya harus untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
“Tolong segera diajukan untuk diakreditasi, kalau tidak akan menjadi masalah kedepannya, perguruan tinggi dalam peraturan tidak boleh meluluskan mahasiswa prodi tersebut,” ujarnya saat memberikan Arahan dan Kebijakan Baru Kemenristekdikti di Kantor Kopertis Wilayah X, Padang, Rabu, 22 Februari 2017.
Upaya untuk meningkatkan kualitas juga dilakukan Kemenristekdikti salah satunya melalui usulan merger bagi perguruan tinggi yang terdapat dalam satu yayasan agar pengelolaan dan kualitasnya menjadi lebih baik, supaya makin kuat dan makin sehat. Upaya lainnya juga dengan meninjau peraturan-peraturan serta kebijakan mana yang relevan dan mana yang perlu diperbaharui.
Sebagai contoh, peraturan baru yang akan diimplementasikan untuk mendongkrak jumlah publikasi melalui Permenristekdikti Nomor 20 tahun 2017. Permen ini diterbitkan guna meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Dengan jumlah guru besar sebanyak 5.216 dan lektor kepala sekitar 33.298, jumlah publikasi ilmiah Indonesia berada di angka 9.989 (per 31 Desember 2016) dinilai masih kurang dan masih kalah dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
“Maka dari itu perlu ada usaha yang harus dilakukan untuk terus meningkatkan publikasi,” imbuh Nasir.
Diperlukan sekitar 7.817 jurnal nasional terakreditasi bagi publikasi lektor kepala dan para mahasiswa S2 (asumsi masing-masing LK dan mahasiswa S2 mempublikasikan satu paper satu penulis). Sementara saat ini jumlah jurnal nasional baru terdapat 471. Dan jumlah jurnal yang terakreditasi terindeks global (Scopus) hanya sebanyak 28.
Untuk itu Kemenristekdikti juga melakukan upaya guna mengantisipasi hal tersebut melalui program akselerasi jurnal dan penggunaan SINTA (Science and Technology Index).
Sistem akreditasi nasional sebelumnya hanya memiliki dua kelas (kelas A untuk nilai 85-100 dan kelas B untuk nilai 70-85). Maka kini untuk mengakselerasikan jumlah jurnal yang dibutuhkan akan dibuat sistem grading baru melalui clustering SINTA 1-6.
“Kalau nilainya ada di SINTA 1, itu pasti sudah bisa masuk ke Scopus,” jelas Nasir. Program tersebut ditegaskannya sebagai upaya memfasilitasi peningkatan jumlah publikasi ilmiah.
(APS/Bagian Komunikasi Publik, Kemenristekdikti)
Diann Alatas – penulis dan pemilik sumber berita ini.
Saya mencoba memberikan konten dengan kualitas terbaik tentang kesehatan, obat-obatan, suplemen makanan, dan lainnya.